Sabtu, 30 April 2011

who arctic monkey

Arctic Monkeys








oleh Rob Sheffield :
Sejarah rock penuh dengan momen-momen brilian. Chuck Berry punya ide menggabungkan country dengan blues. Bob Dylan membawa musik folk menjadi elektrik. Nikki Sixx menyadari bahwa lirik "Id say weve kicked some ass" dapat dibuat rima dengan "Id say were still kickin ass." Bagi Alex Turner dari Arctic Monkeys, ide cemerlangnya muncul di tahun 2005: Menjadi besar dengan berpikir kecil. Tulislah lagu-lagu Brit punk tentang kota membosankan yang mengurung kita, bar kecil yang susah dimasuki, gadis-gadis lokal yang ogah berdansa dengan kita. Begitu lagu-lagunya selesai dibuat, langsung dibagikan secara gratis di MySpace. Biarlah para penggemar menyebarluaskannya, tanpa harus melalui jalur promosi yang biasa. Jadilah sebuah sensasi global sebelum berusia 20 tahun. Bahkan Amerika merangkul band ini, walau tidak peduli apa arti "Mardy Bum".

Empat tahun telah berlalu sejak "I Bet You Look Good on the Dancefloor". Namun kesuksesan tidak membuat pandangan hidup Arctic Monkeys semakin cerah. Album ketiga mereka yang cemerlang penuh dengan observasi sinis Turner mengenai perilaku manusia – saat dia menatap mata kita dan berkata ketus, "What came first, the chicken or the dickhead?", itu bukan pujian. Spesialisasinya tetap adalah berpikir kecil, mengamati detail-detail seputar bagaimana orang-orang bekerja keras untuk mengacaukan kehidupan mereka. Kini dia bisa lebih mudah masuk ke bar, tapi dia terlalu banyak menghabiskan waktu di sana sehingga tidak menikmatinya. Wanita-wanita yang tidak menolaknya hanya membuatnya sedikit lebih seng-sara dibanding mereka yang menolaknya. Bahkan di saat dia menulis balada cinta megah seperti "Cornerstone", sebuah lirik romantis baginya adalah "I smelled her scent on the seat belt."


Band itu telah menjadi semakin berat, dengan mengambil inspirasi dari Black Sabbath, serta mendapat bobot tambahan dari Josh Homme, pentolan Queens of the Stone Age yang menjadi produser sebagai besar lagu ini di Gurun Mojave. Bottom end terasa lebih dahsyat, dengan banyak suara organ ala rumah hantu dan lengkingan gitar seperti lagu tema James Bond. Tempo-tempo menjadi semakin lambat; "Pretty Visitors" adalah satu-satunya lagu dengan irama punk khas mereka yang dulu. Tapi perbedaan terbesar adalah suara Turner yang semakin berat – kini dia menggunakan suara pelantun ironis yang telah menjadi sumber penghasilan bagi orang-orang cerdas asal Inggris Utara seperti Bryan Ferry, Morrissey dan Jarvis Cocker. Seperti dalam proyek sampingannya, The Last Shadow Puppets, Turner berlagak seperti penyanyi balada sensual pada lagu-lagu apik seperti "Crying Lightning", "Dance Little Liar" dan "Potion Approaching", dengan memperpanjang huruf hidup agar semakin menikmati lirik seperti "If I could be someone else for a week/Id spend it chasing after you."


Momen terbaik pada Humbug adalah "Cornerstone", sebuah balada ala Morrissey di mana dia tergopoh-gopoh dari satu bar ke bar lain, dan selalu bertemu dengan cewek-cewek yang mengingatkannya pada cewek yang dia ingin lupakan. Lagu ini mengingatkan pada lagu-lagu awal Arctic Monkeys, tapi lebih dewasa dengan kecerdasan pahit pada tiap bait: "I thought I saw you in the Rusty Hook/Huddled up in a wicker chair/I wandered over for a closer look/And kissed whoever was there." Dia belum pernah menulis lagu yang begitu memukul seperti ini; dia tidak bisa berpura-pura bahwa dia masih merupakan remaja resah yang berkeluyuran di kotanya, tapi dia juga tidak bisa berpura-pura bahwa kedewasaan telah memecahkan semua masalahnya. Semoga dia tetap sengsara seperti ini, setidaknya untuk beberapa album lagi.

Sejarah terbentuknya Arctic Monkeys adalah bukti dari dedikasi dan kerja keras. Jangan percaya apa kata media cetak - mereka tidak mendapat kejayaan dari media cetak atau media lain. Adalah bantuan dari fans dan talenta yang membawa mereka sampai tenar. Bagaimana band indie dari Sheffield ini bisa terkenal?

Semuanya bermulai dari hadiah gitar untuk Turner dan Cook pada perayaan natal 2001. Tahun 2002, mereka mulai berlatih dengan bassist Andy Nicholson dan drummer Matt Helders di garasi rumah Alex Turner dengan nama Bang Bang. Waktu itu, mereka hanya memainkan lagu-lagu dari Led Zeppelin dan menyanyi dengan aksen Amerika. Setelah bosan mengkover lagu-lagu orang lain, mereka mulai menulis lagu. Karena tidak ada yang mau menulis lirik, akhirnya Turner mendapat tugas menulis lagu, dan Bang Bang mengubah namanya menjadi Arctic Monkeys, yang oleh mereka dibuat karena Jamie Cook ingin berada dalam sebuah band yang bernama Arctic Monkeys. Saat ini, Alex dan Matt sudah bergabung dengan John McClure dalam sebuah band yang bernama Judan Suki, sekarang dikenal sebagai 1984.

"Membuat lirik itu sedikit sulit." ujar Alex. "Tidak ada yang mau mengaku bahwa mereka yang menulisnya, jadi kami meminta penyanyi lain untuk membuatnya. Tapi aku secara rahasia sudah menulis lirik sejak sekolah dan menikmatinya. Aku tidak pernah memberitahu orang, karena aku takut mereka mencemoohku!"






Alex Turner

Musim panas 2003 Arctic Monkeys mulai tampil di berbagai acara. Alex mengatakan ke Alan Smyth dari studio 2Fly bahwa dia memiliki band lain dengan Andy dan Jamie dan berencana untuk merekam beberapa lagu. Arctic Monkeys kemudian merekam 20 lagu dengan Alan Smyth dan menyelesaikannya tanggal 23 Oktober 2004.

Meski mereka sudah bersama sejak 2002, AM menginginkan yang terbaik untuk publik. Semua gig yang mereka adakan berlangsung di Sheffield sampai Oktober 2004. Pada setiap permainannya, Arctic Monkeys selalu memberikan CD gratis kepada semua yang menginginkannya. Dari sinilah, mereka mulai mendapat ketenaran.

Tidak lama setelah itu, lagu-lagu mereka mulai bertebaran di internet. Seorang fan dengan nick online "The Sheriff" menyebarkan lagu mereka di internet dan dari mulut ke mulut, nama Arctic Monkeys disebarkan.
Penonton mereka pun mulai merambah kalangan lain selain teman dekat mereka. Melihat kesempatan ini, Arctic Monkeys memutuskan untuk berkarir di dunia musik dan menandatangani kesepakatan dengan Domino Records pada Juni 2005.

Arctic Monkeys merupakan salah satu band yang memiliki peranan penting bagi kembalinya era kejayaan alternative rock Britania pada beberapa tahun belakangan ini. Kini kisah perjalanan mereka sudah tidak asing lagi. Kisah seorang Alex Turner, anak pasangan guru sekolah asal High Green, dekat Sheffield, yang membentuk band tersebut pada tahun 2002 bersama beberapa teman sekolahnya yaitu James Cook (gitar), Matt Helders (drums), dan Andy Nicholson (bass).
Tetapi anak-anak muda di Arctic Monkeys tidak terlalu khawatir akan penjualan rekaman mereka. Juga akan rekaman demo yang kerap mereka bagi ke teman-teman dan juga para penggemar di saat pertunjukkan yang lalu dengan aktifnya disebar antar mereka di dunia maya. Gaung mereka tumbuh secara alami, dan pada saat band tersebut digaet Domino Records pada bulan Juni 2005, lagu-lagu andalan mereka seperti “I Bet You Look Good on the Dancefloor”, “When the Sun Goes Down”, “Mardy Bum”, dan “A Certain Romance” menjadi lagu kebangsaan banyak orang.
Publik penikmat musik dikagetkan oleh kekuatan lagu-lagu mereka, yang diujung tombaki oleh lirik-lirik realisme sosial yang nyeleneh dari Alex Turner, dan juga kuatnya intensitas pertunjukkan-pertunjukkan live mereka. Ketika akhirnya dirilis pada bulan Januari 2006, debut album mereka Whatever People Say I Am, That’s What I’m Not langsung meledak. Menelurkan dua single nomor wahid dan juga menjadi rekaman debut dengan penjualan tercepat dalam sejarah tangga rekaman Britania Raya. Album tersebut dengan mudahnya memuncaki polling-polling akhir tahun di berbagai macam media cetak ternama seperti NME. The Guardian, hingga The Sun. Dan sebagai puncaknya, pada bulan Februari 2007 mereka meraih dua Brit Award.
Setelah itu mereka mengurung diri dari dunia luar untuk mencoba konsentrasi pada album kedua yang akan mereka rekam di London. Pengalaman tersebut membawa mereka merengkuh alur kota tersebut, berjalan-jalan, menjalani hidup, dan bahkan sedikit berpesta. “Saya pikir anda benar-benar dapat mendengarnya pada suara snare drum saya!” canda Matt Helders yang ternyata memang tidak bisa berbohong untuk hal itu.

Perubahan besar lainnya dalam kerangka Arctic Monkeys adalah hadirnya seorang teman lama yang bernama Nick O’Malley sebagai pemain bass. O’Malley bergabung sejak pertengahan tahun lalu untuk menggantikan Andy Nicholson. “Saya mengenal mereka semua sejak saya berumur 10 tahun,” ujar Nick tentang teman-teman di band barunya. “Kami semua tinggal di daerah yang sama, jadi itu tidaklah seperti memasuki sebuah band yang tak saya kenal sama sekali. Sangatlah menyenangkan!”
Favourite Worst Nightmare adalah aksi kedua dalam kisah Arctic Monkeys. Sebuah perjalanan super cepat penuh warna melalui musik punk yang gila dan juga irama kepahlawanan lantai dansa yang penuh gitar. Begitu cepat dan benar-benar keras. Sebuah keriuhan brilian yang menjadi bukti bahwa Arctic Monkeys tidak hanya menawarkan lagu-lagu pop belaka. Setidaknya secara musical ia meneruskan lagu-lagu terakhir yang mereka karang untuk album Whatever…; “View from the Afternoon,” “From the Ritz to the Rubble,” dan “Vampires.” Konsep akan sebuah rekaman yang cepat dan menghentak selalu menjadi bagian dari rencana. Mereka memang memiliki lagu-lagu yang lambat, tetapi sebagaimana yang Alex Turner jelaskan,”Lagu-lagu tersebut kurang asik untuk dibawakan. Maka kami lebih memilih mengerjakan lagu-lagu yang memang asik. Kami tidak terlalu ingin lagu-lagu kami menunjukkan ‘kedewasaan’.”
Arctic Monkeys memutuskan untuk mulai mengerjakan album ketiga mereka setelah menyadari bahwa mereka rindu untuk menghabiskan waktu bersama-sama. Band asli Sheffield ini mengumumkan bahwa mereka akan kembali masuk studio awal bulan ini. Beberapa hari sebelumnya mereka bertemu di festival Glastonbury di mana frontman Alex Turner manggung bersama dengan The Last Shadow Puppets. Sebuah sumber berkata pada The Sun, "Mereka tidak tinggal berdekatan lagi seperti dulu. Alex tinggal di London dengan istrinya Alexa Chung, sementara Jamie Cook menghabiskan banyak waktunya di Sheffield. "Namun saat mereka bertemu kembali di Glasto, mereka sadar bahwa mereka merindukan satu sama lain sebagai sebuah band. Mereka menikmati waktu yang menyenangkan dan memutuskan untuk memulai album baru secepatnya. Mereka sudah punya banyak lagu dan banyak ide. Sekarang saatnya menyelesaikannya." Album kedua Arctic Monkeys, FAVORITE WORST NIGHTMARE menggebrak menjadi debut nomer satu mereka saat dirilis April 2007 yang lalu.


Tiada ulasan:

Catat Ulasan